OPINI

Apa Salahku?
(Sandiwara Dibalik Cermin)
Grotta Azzura

Dalam sebuah kamar mewah, Sosok Lelaki berusia sekitar empat puluh tahun tengah berdiri di depan cermin. Dengan terus menatap cermin tua itu dengan raut wajah yang terus berganti dari detik yang menuju detik berikutnya. Mukanya merah padam, lalu berganti menjadi pucat pasi seperti mayat. Lalu berubah gelisah dan bingung. Tapi aneh, wajah yang muncul dari dalam cermin tampak berbeda. Tak ada tanda-tanda ekspresi kemarahan atau emosi, tak ada raut yang takut. Wajah dibalik  cermin itu tengah serius memperhatiakan wajah lelaki itu. Tenang dan berwibawa. 
Sejurus berlalu lelaki itu bergumam “Apa salahku? aku telah memanggil dia dan juga mereka yang menjadi korban. Jelas tuduhan admission ilegal itu tidak benar. Mereka memberi sesuai keinginan, bukan paksaan. Itulah pengakuan oknum terduga dan juga korban” Sosok wajah dibalik cermin itu hanya diam membisu dan terus  menyimak. Lalu ia menjawab
“Apa kau percaya itu? Mungkin di alam fana ini mereka diam bungkam dalam ancaman, tapi tidak dengan aku”
“Aku tidak pernah menyuruh menganiaya orang, aku hanya menyuruh  “menindak” saja. Aku berlepas tangan bagi siapa yang tersakiti. Aku hanya ingin bicara dengan sesama anggota klan saja. Apa itu salah?”
“Sumber konflik di dunia ini berawal dari perbedaan definisi dan frasa suatu kata, perbedaan interpretasi sebuah kata berakibat pada salah paham dan gagal paham. Aku tak percaya kau berlepas diri. Tapi aku setuju dan membenarkan bahwa kau berhak bicara dengan anggota klanmu tanpa ada Klan tetangga” jawab wajah di dalam cermin itu.
“Lalu apa salahku sehingga mereka ingin aku lengser? Bukanlah usia rezim ini belum lama? Apa hubungan dengan dua masalah diawal tadi? Apa yang mereka inginkan? Haruskah dan siapakah?, untuk apa?”
“Bisa saja itu hanya kamuflase dan pemicu saja, tapi tujuan utama adalah masalah ketiga. Tumbang di usia yang relatif baru adalah sesuatu yang tidak logis bagiku Pak. Kemudian, soal pertama dan soal kedua bagitu tak ada hubungan dengan soal ketiga, itu terlalu jauh. Bagiku tak harus, tapi bisa saja menjadi harus tergantung siapa dirimu. Siapa dia? Mereka? Entah dia si Jahat Mak Lampir? Mak Erot? Nyi Roro Kidul? Atau Srikandi Pahlwan? Entahlah. Hanya ada dua kemungkinan. Jika kau orang baik, maka musuhmu adalah orang jahat. Jika kau jahat, musuhmu orang baik yang berkerja dengan cara jahat atau bisa saja mereka adalah sesama komplotan penjahat sepertimu. Semua kembali pada dirimu. Maka bercerminlah. Nantikan bom waktu yang akan melululantakan aroma kebusukan”.
Diluar, hujan turun dengan deras. Kilatan petir ditambah angin kencang  tengah mengguyur kawasan kota Gorontalo, air tergenang dimana-mana. Di jalanan, trotoar, depan Toko, hingga halaman kampus.  Air hujan masih berusaha menghanyutkan narasi  perampokan dan pemalakan. Mencuci segala kemunafikan dan ambisi makhluk yang bernama manusia.

Komentar